-->

Kamu Selamanya

Thursday, March 31, 2016

Kamu Selamanya

Cerpen Karangan : Deasy Lutviana


Mentari pagi menerpaku dari jendela kamarku, sorotnya yang tajam membangunkanku dari mimpi indahku, ku lihat di sekelilingku dan ku lihat jam weker di samping tempat tidurku. “Ha.. Jam setengah 7, aduh,” memukul jidatku. Ku berlari cepat menuju kamar mandi dan mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah, menuruni anak tangga satu demi satu menuju ruang makan keluarga.

“Mama.. Papa.. Tamara berangkat sekolah dulu, assalamualaikum..” ku berlari cepat menuju mobil.
“Waalaikumsalam,” jawab papa dan mamaku serentak. Pak Udin adalah sopir pribadiku, beliaulah yang selalu mengantarku dan menjemputku ke mana pun aku pergi, kini pak Udin sudah siap menungguku dan membukakan pintu mobil untukku. “Pagi Pak Udin,” sapaku.
“Pagi Non, ayo mari Non masuk,” mempersilahkan ku masuk ke mobil.
“Pak laju agak cepet ya Pak, Tamara takut telat nih,” ajakku.
“Baik Non,”

Laju mobil pun dipercepat oleh pak Udin, hingga akhirnya aku sampai di pintu gerbang sekolahku. SMA negeri 02 tunas bangsa, sekolah yang menemaniku 3 tahun ini bersama sahabat-sahabatku tersayang. Ku buka pintu mobil menatap sekolah yang sebentar lagi akan jadi kenangan nanti. Ku masuki gerbang utama sekolahku, tak berselang lama “Tamara,” merekalah sahabat-sahabatku, Tania, Rahma, dan Aisyah. Tania, dia anak yang cantik, manja, dan gokil banget kalau bercanda. Rahma dia yang paling pintar di antara kita berempat, anaknya manis dan kalau ngomong pake dasar buku semuanya, dan kalau Aisyah anaknya imut dan care sama kita-kita.

“Hai,” aku membalasnya melambaikan tangan wajah mereka yang ceria selalu memberi semangat untukku, ku berlari menuju mereka dan braak. “Ah, maaf ya maaf banget, gak sengaja,” ucapku.
“Gak apa-apa kok,” jawabnya. Senyumnya membuatku melamun mengingatkan aku pada sesuatu, ku lanjutkan langkahku menuju teman-temanku. “Ehem, ehem, so sweet banget kayaknya tadi,” ledek Tania.
“Apa sih lo, temen kita sendiri juga, pun dia temenku sejak SMP, dia kelas 3 A,” jawabku.
“Oh,” jawab mereka serentak. “Ya udah yuk, ke kelas,” ajakku.

Kami berempat pun menuju kelas untuk mengikuti pelajaran. Kelasku kelas 3 B dan cowok tadi adalah teman semasa SMP-ku dan SMA juga bareng sama aku, hanya saja kami beda local. Dia bernama Rangga, anak yang baik dan ramah, juga pintar, senyumnya yang manis pernah membuatku jatuh hati ketika aku kelas 2 SMP. Tapi karena rasa yang tak terbalas aku memutuskan mengalah dan menyerah, itu dulu, namanya juga cinta monyet, bahkan udah banyak mantanku, tapi di kelas 3 SMA ini aku gak punya pacar. Padahal aku dapat julukan pakar cinta, entah mengapa aku juga tidak tahu. Hati ini belum tahu ingin berlabuh ke mana, sekarang lagi fokus dengan UN-ku. Semoga berhasil lulus dengan nilai yang baik sekali. Teng.. Teng.. Teng.. Lonceng berbunyi tanda istirahat, aku dan teman-temanku menuju tempat favorit kami yakni kantin.

“Kantin yuk, laper nih,” ajak Aisyah.
“Yuk,” semua berangkat menuju kantin, makanan favorit yang kami pesan yaitu bakso, ketika kami sedang asyik bergurau tiba-tiba datang seseorang di sampingku.
“Ra maaf ya, tadi aku nabrak kamu,” memberiku cokelat aku masih tercengang dengan apa yang terjadi di hadapanku.
“Oh, oh gak apa-apa juga nggak, biasa aja kali,” jawabku.
“Makasih ya, tapi terima cokelat dariku ya,” pintanya.
“Iya, kita tuh temen dari SMP jadi ya gak usah berlebihan gitu, eh.. Mending ikut gabung makan bareng kita aja,” ajakku. “Gak deh, makasih, temen-temenku udah nunggu tuh,” menunjuk ke bangku teman-temannya.

“Oh, ya udah, makasih buat cokelatnya,” balasku. Dia pun berlalu menuju teman-temannya.
“Walaahh so sweetnya mau dong,” ledek Rahma.
“Eh apa sih, biasa aja kok, mungkin karena aku sama Rangga dah gak akrab lagi jadi dia memperbaiki silaturahmi kita, itu aja kok,” balasku.
“Jangan-jangan tuh Rangga ada rasa lagi sama lo Ra menurut buku yang pernah gue baca, jika seorang cowok berlaku beda dengan seorang cewek berarti itu ada rasa sesuatu Ra,” jelas Aisya. “Enggaklah, dia mah orangnya gitu, gue dulu waktu SMP kelas 2 pernah suka ama dia, tapi tak terbalas, udahlah jangan bahas dia lagi, tuh baksonya dateng,” jawabku.

“Hasil ujian nasional kelas 3 SMA negeri 02 tunas bangsa dinyatakan lulus 100% jadi tidak ada siswa-siswi tinggal di SMA ini, selamat untuk semua,” pengumuman dari pak Hariyanto. Hati gembira tak terkira kini aku akan segera jadi mahasiswi, senang rasanya. Singkat cerita kini aku sudah semester 6 di universitas gadjah mada jurusan biologi, sahabat-sahabatku juga kuliah semua, mengisi liburanku aku sedang di toko buku mencari novel. Ketika aku sedang mengambil novel yang sedikit tinggi, entah kenapa kakiku terpleset auuuhh.

Seseorang menangkapku dari belakang, mata yang indah, senyum yang manis dan wajah yang tampan tak asing di ingatanku, aku terpesona, hingga ku tak sadar kini wajahku benar-benar dekat dengan wajahnya. Mungkin hanya 1 cm hembusan napasnya yang hangat terasa di pipiku. Aku takut, ku tutup kedua mataku dan aku merasakan ciuman di pipi kiriku. Aku terperanjat sadar ku buka mataku dan berdiri tegap, “Rangga…!!!” ku lihat lekat-lekat matanya, mencari arti apa yang telah ia lakukan tadi, “Maaf ya sayang,” berlari meninggalkanku aku hanya menatap dia pergi dengan tangan kiriku yang masih memegang bekas ciuman tadi, serasa ingin berteriak meminta tolong, tapi apa dikata, dia sudah pergi.

Waktu begitu cepat berlalu kini aku sudah wisuda, dengan umur 23, ibuku berkata padaku, kapan aku wisuda yang kedua alias nikah. “Nikah? Pacar aja gak punya, terus siapa yang mau nikahin aku?” itu yang sedang aku pikirin.
“Tamara, turun Nak, ada tamu pengen ketemu sama kamu,” panggil mamaku.
“Iya Ma, tunggu sebentar,” aku turun menuruni tangga, sampailah aku di ruang tamu, ku diam terpaku, ku lihat Rangga datang bersama kedua orangtuanya ke rumahku.
“Hay Ra,” sapa Rangga. Aku langsung menyalami kedua orangtua Rangga dan juga Rangga, kemudian ku ajak Rangga ke halaman samping rumahku.

“Maksud kamu apa ini?” tegasku padanya.
Memegang tanganku. “Ra apa cokelat dan kenangan di toko buku yang dulu, tak mampu menghidupkan kembali rasamu untukku di masa lalu, sekarang aku membuktikan cintaku dengan melamarmu, maukah kau menikah denganku?” pintanya, aku diam membisu tak mampu berkata bahwa aku sangat bahagia. Ku anggukan kepalaku tanda iya, aku mau, dia pun langsung memelukku erat. “Terima kasih sayangku.”

Sekian